Kamis, 26 November 2015

Jeda

Hujan yang sempurna
Untuk mengundang lintang pelangi
Warna nya tak terganti dan terhenti
Masih dalam warna sederhana
Namun Tak memudarkan indahnya
Masih menggumandangkan ikhlas

Aku masih di musim yang sama
Untuk Menunggu....
Dalam syair yang tak pudar
Masih menyisakan keajaiban abjad
Yang kau kagumi

Aku hampir menjadi badai tanpa deru
Gelombang tanpa riak
Angin tanpa semilir
Hanya karena aku lupa ..
Bahwa aku hanyalah keterbatasan
Antara awal dan akhir
Sebuah paragraf
Yang kau sebut
Puisi

Jumat, 13 November 2015

Hati Sembilan Nyawa

Ini musim air ke tiga 
Dimana daun daun bidara mulai lunglai
Terkikis tipis gelitik hujan
Ini keenam kali kau tumpahkan riuh
tapi belum kesembilan ...
Dan aku masih duduk di tepi yang sama
aku yang masih terikat ketamakan.... 
bukan kebijakan malaikat
Ini adalah ruh cinta yang ku hirup dari mu
Dari dulu ketika musim dalam hitungan hari
Dan masih tersisa tiga hitungan denting lonceng yang kau ikat

ini musim ke lima dimana aku masih bisa memelukmu
musim dimana angin mulai enggan beradu dengan daun
air enggan bercengkrama dengan udara
Lihat lah indah bunga tanjung mu
Kini sudah mulai menguning berubah menjadi serunai kirana
Menunggu kau pungut lalu kau simpan di benam hati

Mungkin benakmu bertanya
Masihkah aku menyimpan kesetian senja?
Ingatkah kamu?
Iman cinta yang dulu kau titip pada hembusan lembut angin November?
Ahh...aku memang tak pandai berandai
Aku hanya menguji imaji
Disela lelah yang menengadah
Ketika peluk itu kau hempas
Ketika jemari itu teruai dari gengamku
Aku masih menyimpan ikhlas yang kau lepas
Dan aku ..
Masih menelan rindu yang kau adu dihasratku
Tahukah kau jingga....?
Kamu adalah makna terindah yang ku bingkai dalam cinta

 

Puisi Dua Hati Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo