Rabu, 20 Februari 2013

jendela kecil



aku lebih memilih teduh dibelantara doa
aku hanya akan membawa syair cahaya
aku hanya pelukan dingin dihamparan hangat permadanimu
aku hanya satu huruf diantara berjuta indah abjad indahmu
aku hanya satu jendela kecil yang akan riang jika kau buka

lama aku tak mengeja baris
bukan beku...
aku yang tak sanggup mengungkap sendu
kabar dari langit menghimpun awan pahit
membuat aku mengigil
aku hampir mati hati....

aku memukul mukul kekecewaan pada awan
menghujamkan hujatan pada baris matahari
mengumbar serapah pada hujan
mengapa harus jingga yang kau serap?
sedang aku masih biru beku didalamnya

saat ini aku lebih banyak mengadu
isyarat pasir masih memanggil ombak
sekejap air mengalir
sekejap batu menghadang
hidup adalah aksara panjang dimana kan ada titik yg mengakhiri


disetiap doa malamku
aku tenggelam dalam air mata
membawa harap yg tak pernah pudar
bahwa akhir dari sebuah doa adalah indah
usah meredup pelangiku





3 komentar:

Irma Senja mengatakan...

Mengapa murka pada Matahari sedangkan sinarnya yang menjadi penghiburanku kala malam terlalu nyeri

jangan mengumpat pada hujan, karena rintiknya mengikat erat air mata pada pengharapan.

biar awan menjadi gelap, karena terkadang aku butuh langit suram untuk menutup galau.

Bukankah kau yang membaitkan tentang KeMaha KuasaanNya, mengapa menjadi lemah hanya karena nasib terlalu manis menyapa senja.

Ini hanya Tumor dan chemotheraphy, bukan mati itu sendiri.
Meski Aku tidak takut mati, aku hanya takut hidupku menjadi tak berarti.

Jika kau pernah berjalan dalam gelap,maka sinar serupa lilin pun menjadi terang senyala pijar kembang api.

Aku bukan cirius, karena cahayanya terlalu indah dan benderang setelah matahari.
Mungkin aku hanya canopus atau Alpha cetauri...

Atau bahkan hanya serupa mahluk kecil tak berarti.

Jangan bersedih untuk sesuatu yang kau yakini,...
Aku tidak menangis lagi,
rasa sakit hanya sedikit dari nikmat yang tlah banyak kuterima.

Sahabat jiwaku,...kakakku...
Harusnya kau tau sejak cancer mengetuk pintu ku dan seenaknya berdiam disana,
lalu aku berdiri dihadapanmu, riang, bahkan bernyanyi tentang mimpi-mimpi pagi dan puisi.

Aku tak mudah dikalahkan, setidaknya jika aku kalah aku sudah menari, bernyanyi, melukis impian dan mengejar segala harapan.

Jika egois, maafkan aku...
Saat jarak jarum dan nadi menjadi lebih tipis dari kulit ari.
Kau akan memahami, bahwa hidup bukan hanya rasa syukur, tapi menjalani... juga menikmati.

Akhhh, ini seperti keluhan sipemarah...
tapi percayalah, doa-doamu adalah pengurang kesakitan dan kelelahan bertemu vaksin dan therapy

~ Salam Senja ~

elgibran mengatakan...

Adinda kau yg memberiku kanvas kau juga yg mengindahkan dengan goresan langit jingga mu aku hanya mampu membingkainya dari sisi bathin.Tak usah hadirjasad menghampiri aku hanya titip ayat ayat suci lewat hujan,hangat cahaya yang tak membiru harukan
Doa ku hanya doa doa sederhana
Doa yag di ucap sang pedawam kalam Ilahi Allahumma robbin naasi, adzhibil ba’sa wasyfi angtasy syaafii laa syifaa-a illaa syifaa-uka syifaa-al laa yughoodiru saqomaa

Unknown mengatakan...

Mengalami rekenan cinta yang tlah ghalib pada 2 hati senantiasa menghantarkan pada kebingungan yang d.pikir menandai kisah mana yang harus dipilih akankan satu hati atau dua hati

Posting Komentar

 

Puisi Dua Hati Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo